Selasa, 18 Juni 2013

Pergaulan Ikhwan - Akhwat

Pergaulan dalam istilah bahasa Indonesia berarti kehidupan bersama, yakni kehidupan antar sesama manusia. Salah satu bentuk pergaulan antar sesama manusia adalah pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Terkadang bentuk pergaulan tersebut bisa berupa persahabatan yang terjalin antara mereka dengan saling mengutarakan isi hati (tempat curhat).

Sebuah persahabatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan bisa dilatarbelakangi oleh kesamaan ide, gagasan, gaya hidup, minat, kebutuhan-kebutuhan, cara berpikir dan harapan-harapan. Dari situ muncullah simpati dan selanjutnya akan ada keterbukaan, jika sudah saling terbuka, maka dilanjutkan dengan sikap curhat. Dalam nuansa religiusnya biasanya dipakai kata ‘ukhuwah’. Namun ukhuwah ini didasari dengan keimanan, keikhlasan dan muroqobatullah.


Kedudukan sahabat begitu khusus dalam hati seseorang, sehingga persahabatan yang terjadi antara lawan jenis non mahrom perlu dipertanyakan, apakah mereka memang murni sebagai seorang sahabat ? Sebab tidak tertutup kemungkinan di hati mereka atau salah seorang dari mereka ada perasaaan memiliki dan penuh harap. Curhat yang terjalin diantara merekapun sebenarnya bukanlah untuk mencarikan sebuah solusi namun tidak jarang hanya untuk pengaduan dan minta perhatian.
Secara fitrah, antara laki-laki dan perempuan memiliki saling ketertarikan seperti positif dan negatif, sehingga tidak ada hubungan persahabata yang bebar-benar tulus diantara mereka. Hal ini perlu menjadi perhatian baik bagi ikhwan maupun akhwat, sebab fenomena ini yang berkembang akhir-akhir ini telah terjadi ‘kelonggaran’ dalam pergaulan, apakah memang zamannya saudah berubah atau karena ruang lingkup dakwah sudah meluas, pergaulan sudah heterogen, bahkan dengan masyarakat secara umum. Sehingga perlu evaluasi kembali terhadap lawan njenis, kendati apa yang dilakuakn semata-mata demi berkembangnya dakwah.

Islam sebagai Dinullah telah mengatur kehidupan antar sesama manusia dengan rincinya. Islam sangat menjaga agar hubungan kerja sama antara laki-laki dan perempuan (ikhwan dan akhwat) hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara mereka yang bukan mahrom atau jalan-jalan bersama. Kerjasama antara keduanya bertujuan agar mereka melaksanakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya.
Interaksi diantara mereka mestinya tidak mengarah pada hubungan yang bersifat nafsu syahwat, artinya interaksi mereka tetap dalam koridor kerjasama semata (amal jama’i) dalam menggapai berbagai kemaslahatan dakwah dan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang bermanfaat, tanpa diwarnai oleh ‘kepentingan individu lainnya’.

Pergaulan ikhwan dan akhwat hendaknya menjadikan aspek ruhani sebagai landasan hukum dan syariat sebagai tolok ukur yang didalamnya terdapat hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur.
Dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis, rambu yang telah ditentukan Islam hendaknya dijadikan pedoman sekalipun hubungan tersebut dalam kerangka dakwah. Larangan dalam persoalan ini demikian tegas. Atas dasar itu, Islam menetapkan sifat menjaga kehormatan sebagai suatu kewajiban. Diantara ketentuan hukum yang berkenaan dengan hubungan terhadap lawan jenis antara lain adalah :
Pertama, Perintah untuk menjaga pandangan. Allah Swt berfirman : Katakanlah kepada laki-laki yang mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Sikap demikian adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. (QS An-Nur : 30-31).
Apapun agen da dakwah yang hendak kita lukan, pandangan terhadap lawan jenis tetap harus dijaga, bukan berarti kita tidak melihat lawan jenis sama sekali, namun menjaga mata agar tidak saling menatap, sebab tatapan mata yang berlama-lama dapat mempengaruhi perasaan sehingga syaitan sangat leluasa menggoda. Rukhshoh hanya diberikan kepada mereka yang terlibat dalam proses belajar mengajar, transaksi jual beli, memberikan kesaksian, berobat dan saat khitbah.
Kedua, Islam telah memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna. Yakni pakaian yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. (QS Al-Ahzab : 59). Adapun bentuk dan model pakaian tidaklah termasuk urusan ibadah murni tatpi termasuk aspek muamalah yang illat dan ketentuan hukumnya berporos pada maksud dan tujuan syariat (sebagaimana yang diungkapkan Prof. Abdul Halim dalam Tahrirul Mar’ahnya).
Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian asalakan dapat menutup aurat dengan memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan syariat, sesuai dengan kondisi iklim dan pada sisi lain memudahkan wanita bergerak, maka dapat diterima oleh syar’i. Kriteria dan persyaratan itu antara lain menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapan dan punggung tangan, longgar, tidak ketat dan tidak transparan, serta serasi dan tidak mencolok.
Ketiga, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali wanita itu disertai mahramnya. Rasulullah Saw bersabda : Tidak dibolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya.
Keempat, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus hendaknya jamaah (komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah kaum pria; begitu juga didalam masjid, sekolah, dan lain sebagainya. Paling tidak jangan sampai terjadi pembauran (ikhtilat), sekalipun dalam urusan dakwah. Pengaturan dan penjagaan shaf ikhwan dan akhwat baik dalam berdemo atau kegiatan lainnya perlu di tata kembali. Ikhtilat ini sangat banyak terjadi dalam kehidupan bermasyarakat seperti di dalam kendaraan umum, di pasar, dllnya. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan hal seperti ini dikategorikan sebagai bentuk dhorurat, selama kita memang belum mampu mengubahnya, namun apabila kita bisa mengaturnya, maka hukum dhorurat tidak berlaku lagi.
Demikian antara lain sebagian kecil dari sekian banyak rambu-rambu yang telah diatur Islam dalam pergaulan. Dakwah sudah menyebar, pergaulan sudah semakin luas, nemun kita sebagai kader dakwah hendaknya tetap menjaga asholah dakwah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.

(Oleh : Ustdz. Dra. Herlini Amran, MA., Tarbiyah Akhwat. Majalah Al-Izzah Edisi 12 Th.1/Juli 2004)

Minggu, 16 Juni 2013

Harmoni Alam (Bagian 2-Habis)

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.05 WIB. Aku pun bersiap untuk berangkat ke masjid, ketika azan mulai berkumandang. Perlahan aku mulai melangkahkan kaki, setapak demi setapak. Ku lihat langit maghrib itu nampak cerah. Awan-awan tipis tampak menyebar dan membentuk formasi indah di atas cakrawala, jejak sinar mentari yang mulai tenggelam masih melekat di perut-perut awan menyisakan warna jingga yang berpadu dengan wana biru cakrawala yang mulai di selubungi oleh gelapnya malam. Sepertinya cuaca sangat bersahabat, tidak ada tanda-tanda awan mendung yang bersemayam di langit. Aku pun terus berharap, semoga cuaca nanti malam cerah dan kami bisa berkumpul di agenda rutin pengajian mingguan.

Sepulang dari masjid aku melakukan rutinitas seperti biasa hingga jam menunjukkan pukul 19. 45 WIB. Aku segera menyiapkan segala sesuatu yang akan ku bawa ke pengajian malam itu. Mulai dari Qur'an, buku catatan, dan tak ketinggalan kado yang sudah di bungkus sedemikian rupa untuk acara inti. Oh ya aku ingin sedikit menjelaskan, mengapa di adakan acara tukar kado ? apakah ada yang berulang tahun ? Tenyata tidak. Hal ini dilakukan untuk mengaplikasikan anjuran dari Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam untuk saling memberi hadiah kepada sesama muslim, sebagaimana  yang tersebut dalam hadis riwayat Bukhari. Rasulullah shallallahu 'alaihi was salam bersabda; "Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai."

Berhubung tempat kami mengadakan pengajian adalah di rumah salah seorang teman yang berlokasi di daerah yang cukup jauh dan sedikit terpencil, maka aku mulai menghubungi beberapa teman untuk berbarengan pergi ke lokasi yang di tuju. Suasana alam malam itu amat bersahabat. Cuaca langit begitu cerah, bulan purnama tampak utuh terlukis indah di atas langit, awan-awan hitam hanya sedikit yang menampakkan diri, angin pun berhembus pelan, yang menandakan tidak akan turun hujan. Bintang-bintang hanya sedikit yang nampak, mungkin karena cahaya mereka "termakan" oleh terang sinar bulan malam itu. Aku pun segera menarik laju kuda besi menuju persimpangan Rca, tempat aku dan teman-teman berjanji bertemu, sebelum berangkat ke tempat tujuan.

Sekitar pukul 20.10 WIB, aku telah tiba disana. Dari kejauhan aku melihat, akh (bahasa arab-artinya saudara, -pen) farhur telah tiba lebih dahulu. Akh fahrur adalah salah satu rekan pengajianku, beliau berprofesi sebagai guru di salah satu Sekolah Dasar  Islam terkemuka di kotaku. Perawakannya sedang, dengan wajah dihiasi cambang dan janggut yang tumbuh rapi di sekitar dagu dan tepi wajahnya, pria kelahiran tanah Jawa ini telah menunggu lebih kurang lima menit sebelum aku tiba. Akupun menepikan motor di depan salah satu toko baju yang ada di simpang itu. Kami pun mengobrol sejenak, sambil menunggu temanku yang satu lagi akan tiba, akh ican. Beliau juga seorang guru muda dan mengajar di Sekolah dasar yang sama dengan akh fahrur. Sepuluh menit berselang beliau sudah tiba. Kami pun segera berangkat bersama menuju rumah akh tama, tempat kami mengadakan pengajian malam itu.

Rumah yang terletak cukup jauh, melewati jalan berkelok dan naik turun tebing. Mungkin karena berada di lokasi yang secara geografis terdiri dari daerah perbukitan. Sekitar pukul 20.40 WIB kami telah tiba di rumah yang di tuju. Disana tampak beberapa teman telah lebih dahulu tiba, kami pun memarkirkan motor di halaman depan rumahnya. Rumah bedeng yang berada di tepi jurang, dimana di bawah jurang tersebut terdapat aliran sungai kelingi. Jika di lihat dari sudut pandang berbeda, lokasi rumah ini cukup nyaman, karna menyatu dengan nuansa hutan yang masih alami. Kami pun segera berkumpul di ruang tengah, dan memulai acara pengajian malam itu.

Pengajian di buka oleh temanku yang bertindak sebagai MC. Lantunan ayat-ayat qur'an mulai menggema ketika kami membaca qur'an (tilawah) secara bergiliran. Selesai tilawah, acara pun dilanjutkan dengan pengumpulan infaq, setiap anggota kelompok menyisihkan uang seikhlasnya untuk di kumpulkan dan masuk ke dalam kas kelompok pengajian kami, setelahnya baru masuk ke acara inti penyampaian materi oleh murrobbi (guru). Berhubung jarak antara penulisan kisah ini dengan momen tersebut cukup jauh, materi pun tidak bisa saya jabarkan di sini. :-). Selesai penyampaian materi, kami masuk ke acara berikutnya, tukar kado.

Masing-masing anggota mengeluarkan kado yang telah mereka siapkan sedemikian rupa. Ada yang berbentuk kotak agak besar, ada yang seukuran kotak jam, dan berbagai macam rupa lainnya, dan tentu telah di bungkus dengan kertas kado dengan warna beragam. Supaya adil dan tidak bisa memilah mana kado yang akan di dapatkan, kami pun membuat nomor untuk setiap kado, dan selanjutnya di guncang seperti layaknya arisan. Qodarullah, aku mendapatkan kado berisi buku berjudul Panduan Lengkap Perjalanan Haji dan Umroh. Saya anggap itu sebagai salah satu doa agar Allah berkenan memberangkatkanku mengunjungi tanah suci-Nya, dan ku lihat teman-teman yang lain pun mendapat kado beragam. Sepasang kaos kaki ber-merk, buku panduan mengasuh bayi, dan lain-lain. Malam itu pun di penuhi dengan gelak tawa yang cukup hangat, ketika melihat temanku yang masih lajang mendapatkan buku yang seharusnya dimiliki oleh pria yang sudah beristri. Setelah serangkaian acara selesai di laksanakan, tuan rumah menyajikan berbagai macam makanan seperti pisang goreng, pempek, dan lain-lain untuk kami santap bersama, hingga jam menunjukkan pukul 22.30 WIB. Kami pun pamit, dan pulang ke rumah masing-masing.

Senin, 03 Juni 2013

Harapan pada-Mu subur kembali

Terkadang kita jatuh dalam sebuah kesendirian
Di dalam kelam nya zaman tanpa sebuah hamparan
Jauh dari jamaah tanpa tinggalnya kesan
Membunuh amanah sebagai seorang insan

Hampa dan kosong sesak beragam dalam dada
Kering dengan sukma yang lama telah menderita
Arrogan hati tak kunjung hilang mereda
Mendengar bisikan tanpa ada kalimat tanya

Hanya detak jantung tanpa sebuah harapan
Diri Tertatih berjalan dalam sebuah titian kehidupan
Menjerit hati untuk mengharapkan pertolongan
Namun enggan lisan untuk mengungkapkan

Teringatkan janji untuk eratkan langkah
Menggenggam penuh dalam berdakwah
Kalahkan hawa nafsu yang kian membuncah
Satukan diri dalam ikatan ukhuwah
 

Teringatkan diri dalam senyuman itu
Senda gurau saling berpadu
Tangis dan tawa pemecah ragu
Secercah cahaya hilangkan sendu

Tetingatkan diri ke masa itu
Keluh kesahnya jalan yang berbatu
Terhapuskan haru dengan yang satu
Kembali menuai cinta dan rindu

Padamu yang ingin meraih cita
Teruntuk dirimu yang ingin meraih cinta-Nya