Rabu, 29 Juli 2009

Umar bin Khattab

Nama lengkapnya adalah Umar bin Khaththab bin Nufail bin Abdul Izzy bin Rabah bin Qirath bin Razah bin Adi bin Ka’ab bin Luay al-Quraisy al-‘Adawy. Terkadang dipanggil dengan Abu Hafash dan digelari dengan al-Faruq. Ibunya bernama Hantimah binti Hasyim bin al-Muqhirah al-Makhzumiyah.

Awal Keislamanya.
Umar masuk Islam ketika para penganut Islam kurang lebih sekitar 40 (empat puluh) orang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Imam Tirmidzi, Imam Thabrani dan Hakim telah meriwayatkan dengan riwayat yang sama bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam telah berdo’a,” Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Berkenaan dengan masuknya Umar bin al-Khaththab ke dalam Islam yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang diungkap oleh Imam Suyuti dalam kitab “ Tarikh al-Khulafa’ ar-Rasyidin” sebagai berikut:

Anas bin Malik berkata:” Pada suatu hari Umar keluar sambil menyandang pedangnya, lalu Bani Zahrah bertanya” Wahai Umar, hendak kemana engkau?,” maka Umar menjawab, “ Aku hendak membunuh Muhammad.” Selanjutnya orang tadi bertanya:” Bagaimana dengan perdamaian yang telah dibuat antara Bani Hasyim dengan Bani Zuhrah, sementara engkau hendak membunuh Muhammad”.

Lalu orang tadi berkata,” Tidak kau tahu bahwa adikmu dan saudara iparmu telah meninggalkan agamamu”. Kemudian Umar pergi menuju rumah adiknya dilihatnya adik dan iparnya sedang membaca lembaran Al-Quran, lalu Umar berkata, “barangkali keduanya benar telah berpindah agama”,. Maka Umar melompat dan menginjaknya dengan keras, lalu adiknya (Fathimah binti Khaththab) datang mendorong Umar, tetapi Umar menamparnya dengan keras sehingga muka adiknya mengeluarkan darah.

Kemudian Umar berkata: “Berikan lembaran (al-Quran) itu kepadaku, aku ingin membacanya”, maka adiknya berkata.” Kamu itu dalam keadaan najis tidak boleh menyentuhnya kecuali kamu dalam keadaan suci, kalau engaku ingin tahu maka mandilah (berwudhulah/bersuci).”. Lalu Umar berdiri dan mandi (bersuci) kemudian membaca lembaran (al-Quran) tersebut yaitu surat Thaha sampai ayat,” Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada tuhanselain Aku, maka sembahlah Aku dirikanlah Shalat untuk mengingatku.” (Qs.Thaha:14). Setelah itu Umar berkata,” Bawalah aku menemui Muhammad.”.

Mendengar perkataan Umar tersebut langsung Khabbab keluar dari sembunyianya seraya berkata:”Wahai Umar, aku merasa bahagia, aku harap do’a yang dipanjatkan Nabi pada malam kamis menjadi kenyataan, Ia (Nabi) berdo’a “Ya Allah, muliakanlah agama Islam ini dengan orang yang paling Engkau cintai diantara kedua orang ini, yaitu Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal ‘Amr bin Hisyam.”.

Lalu Umar berangkat menuju tempat Muhammad Shallallahu alaihi wassalam, didepan pintu berdiri Hamzah, Thalhah dan sahabat lainnya. Lalu Hamzah seraya berkata,” jika Allah menghendaki kebaikan baginya, niscaya dia akan masuk Islam, tetapi jika ada tujuan lain kita akan membunuhnya”. Lalu kemudian Umar menyatakan masuk Islam dihadapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.

Lalu bertambahlah kejayaan Islam dan Kaum Muslimin dengan masuknya Umar bin Khaththab, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Mas’ud, seraya berkata,” Kejayaan kami bertambah sejak masuknya Umar.”.

Umar turut serta dalam peperangan yang dilakukan bersama Rasulullah, dan tetap bertahan dalam perang Uhud bersama Rasulullah sebagaimana dijelaskan oleh Imam Suyuthi dalam “Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin”.

Rasulullah memberikan gelar al-Faruq kepadanya, sebagaimana ini diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dari Dzakwan, seraya dia berkata,” Aku telah bertanya kepada Aisyah, “ Siapakah yang memanggil Umar dengan nama al-Faruq?”, maka Aisyah menjawab “Rasulullah”.

Hadist Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:” Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. Hadist ini dishahihkan oleh Imam Hakim. Demikian juga Imam Tirmidzi telah meriwayatkan dari Uqbah bin Amir bahwa Nabi bersabda,” Seandainya ada seorang Nabi setelahku, tentulah Umar bin al-Khaththab orangnya.”.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Ibnu Umar dia berkata,” Nabi telah bersabda:”Sesungguhnya Allah telah mengalirkan kebenaran melalui lidah dan hati Umar”. Anaknya Umar (Abdullah) berkata,” Apa yang pernah dikatakan oleh ayahku (Umar) tentang sesuatu maka kejadiannya seperti apa yang diperkirakan oleh ayahku”.

Keberaniannya

Riwayat dari Ibnu ‘Asakir telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi sembunyi kecuali Umar bi al-Khaththab melakukan dengan terang terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim.

Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka satu persatu dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”. Kesaksian tersebut menunjukan keberanian Umar bin Khaththab Radhiyallahu’Anhu.

Wafatnya

Pada hari rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H ia wafat, ia ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh beliau ditikam oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar dimakamkan di samping Nabi dan Abu Bakar ash Shiddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.

Disalin dari Biografi Umar Ibn Khaththab dalam Tahbaqat Ibn Sa’ad, Tarikh al-Khulafa’ar Rasyidin Imam Suyuthi

sumber : http://ahlulhadist.wordpress.com/

Abdullah bin Jahasy

Abdullah bin Jahasy memeluk Islam sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bermarkas di rumah Arqam. Dia termasuk Assbiquunal-awwalun. Tatkala Nabi mengizinkan para sahabat berhijarah ke Madinah untuk menyelamatkan Islam dari gangguan-gangguan Quraisy, Abdullah adalah muhajir (orang yang berhijrah) kedua. Tak ada yang mendahuluinya kecuali Abu Salamah.

Hijrah kepada Allah dan terpisah dari keluarga dan tanah air, maka fi sabilillah bukanlah hal yang baru bagi Abdullah bin Jahasy. Sebelum ini dia juga pernah berhijrah bersama keluarganya ke negeri Habasyah (Ethiopia).
Tetapi untuk kali ini hijrahnya mengikutsertakan banyak pihak. Dia disertai oleh keluarganya, seluruh kerabat ayahnya, pria-wanita, tua-muda. Rumahnya memang rumah Islam dan kabilahnya pun kabilah Islam.

Begitu keluar dari Makkah, kelompok Muhajirin ini menatap sejenak pada kampung halaman mereka dari kejauhan. Terlihat kosong, sunyi, membiaskan duka. Tak ada kehangatan seperti sebelumnya, tak ada orang yang lalu lalang dengan penuh gairah hidup seperti sebelumnya…

Tak lama setelah itu Abdullah bin Jahasy mendengar kabar bahwa para pemimpin Quraisy mengepung daerah perkampungan untuk mencari tahu siapa saja orang-orang Islam yang berhasil keluar dari Makkah dan siapa yang masih tinggal. Di antara orang-orang Quraisy tersebut terdapat Abu Jahal dan Utbah bin Rabi'ah.

Utbah menengok-nengok rumah-rumah Bani Jahasy. Angin berhembus kencang menebarkan debu dan pasir, pintu-pintu gedubrakan silih berganti terhempas angin. Utbah menggerutu, “Rumah-rumah Bani Jahasy teleh kosong melompong dan menangisi pemiliknya.”
Abu Jahal menimpali, “Siapa mereka itu sampai-sampai rumah menangisi mereka?”
Kemudian Abu Jahal merampok rumah Abdullah bin Jahasy. Rumahnya memang sangat indah dan mewah. Abu Jahal menguasainya beserta segala macam perabotnya. Dia bertingkah laku bagai pemiliknya saja.

Mendengar polah tingkah Abu Jahal mengenai rumahnya, Abdullah bin Jahasy mengadu kepada Rasulullah. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Tidakkah engkau rela diberi rumah di surga oleh Allah sebagai gantinya?”

“Saya rela, ya Rasulullah,” jawabnya.
“Akan diberikan kepadamu,” Rasulullah menegaskan.
Hati Abdullah kembali segar dan berbunga-bunga.

Namun rumah di surga sangat mahal harganya. Belum lagi lenyap kepedihan akibat penderitaan dalam hijrahnya yang pertama dan kedua, belum lagi tenang ia beristirahat di pangkuan saudara-saudara Anshar, Allah sudah memberinya ujian yang sangat berat. Semenjak ia memeluk Islam, ujian-ujian berat silih berganti.

Mari kita simak kisahnya….

Rasulullah mengutus delapan orang sahabat untuk melakukan tugas militer yang pertama dalam Islam. Di antara para sahabat ini terdapat Abdullah bin Jahasy dan Sa'ad bin Abi Waqqash. Kata Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Aku menugaskan orang-orang yang paling penyabar dan paling kuat menahan lapar dan dahaga.”
Kepemimpinan satuan ini diserahkan kepada Abdullah bin Jahasy. Dengan demikian, dialah Amirul Mukminin yang pertama.

Rasulullah memberitahukan tujuan satuan kecil ini kepada Abdullah bin Jahasy dan membekalinya sepucuk surat. Abdullah bin Jahasy tidak diperkenankan membukanya sebelum dua hari perjalanan.

Maka selang dua hari baru Abdullah membuka surat tersebut, yang antara lain berbunyi sebagai berikut:

”…Setelah membaca surat ini teruskan perjalanan sampai ke Nakhlah di antara Tha'if dan Makkah. Lakukan pengintaian terhadap orang-orang Quraisy dan laporkan hasil nya kepadaku….”
Setelah membaca surat tersebut, Abdullah bin Jahasy berkata pasti, Aku akan patuh kepada perintah nabiyullah yang mulia.”

Dia berpaling kepada sahabat-sahabatnya, “Saudara-saudara aku diperintah oleh Rasulullah ke Nakhlah untuk melakukan pengintaiaan terhadap orang-orang Quraisy, lalu melaporkannya kepada beliau. Rasulullah melarangku memaksa kalian mengikutiku. Bagi yang tidak, ia boleh pulang, dan itu pun tidak tercela.”

Para anggota satuannya berkata, “Kami telah mendengar perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka akan mematuhinya. Kami akan menyertai Anda ke tempat yang diperintahkan.”

Mereka terus berjalan sampai ke Nakhlah dan langsung melakukan penyelidikan sesuai perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka mengelilingi desa-desa untuk mengintai kaum Quraisy.

Akhirnya di kejauhan tampaklah iring-iringan kafilah Quraisy yang dijaga oleh empat orang, yaitu Amru bin Al-Hadrami, Al-Hakam bin Kaisan, Utsman bin Abdullah, dan saudaranya, Mughirah. Kafilah ini membawa barang-barang dagangan Quraisy. Ada kulit binatang, kismis, dan benda-benda lain yang dibawa oleh pedagang-pedagang mereka.

Para sahabat pun berunding. Itu adalah hari terakhir bulan Haram atau bulan suci (yaitu bulan yang terhalang untuk mengadakan peperangan menurut adab Arab. Bulan-bulan Haram ini adalah Dzulqa'idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Kata mereka, “Kalau kita menyerang mereka, berarti kita melakukan pembunuhan dalam bulan Haram. Ini menunjukkan bahwa kita tidak menghormati bulan Haram. Seluruh bangsa Arab tentu akan mencela dan memusuhi kita. Tapi kalau kita biarkan mereka sampai bulan Haram ini berlalu, pastilah mereka sudah mencapai tanah Haram (Makkah). Menyerang mereka tetap dilarang, sebab mereka sudah berada di dalam wilayah tanah Haram. Mereka akan aman dari kita.”

Akhirnya perundingan ini menghasilkan kesepakatan, yaitu menyerang kafilah Quraisy tersebut. Mereka kemudian menewaskan satu orang, menawan dua orang, sedangkan yang seorang lagi berhasil meloloskan diri.

Abdullah bin Jahasy dan satuannya menggiring kedua tawanan tersebut beserta onta-ontanya sekalian menuju Madinah.

Segera setelah sampai, mereka menghadap Rasulullah. Namun di luar dugaan, Rasulullah tidak berkenan mendengar laporan mereka. Kata beliau, “Demi Allah aku tidak memerintahkan kalian untuk berperang, melainkan untk mencari berita tentang orang-orang Quraisy. Hanya mengintai gerak-gerik mereka, lain tidak.”

Rasulullah menahan dulu kedua tawanan Quraisy itu sementara menunggu keputusan yang pasti. Harta rampasan, onta-onta dan muatannya tidak disentuh sedikitpun.

Abdullah bin Jahasy merasa yakin bahwa mereka akan celaka karena melanggar perintah Rasulullah. Hatinya kian ciut karena rekan-rekannya dari kaum muslimin juga mengecam tindakan satuan yang dipimpinnya karena melanggar adat kebiasaan bangsa Arab, yaitu menghormati empat bulan Haram. Setiap kali berjumpa dengan anggota-anggota satuan Abdullah bin Jahasy, kaum muslimin mengolok-olok. “Mereka orang-orang yang melanggar perintah Rasulullah!”

Bertambah-tambah pula kesedihan kelompok kecil ini tatkala mendengar bahwa orang-orang Quraisy memanfaatkan peristiwa tersebut untuk menyebarkan provokasi menjelek-jelekkan Rasulullah. Kepada semua orang bahkan suku-suku di daerah pegunungan, mereka bercerita bahwa Muhammad telah melanggar bulan Haram mengingat orang-orangnya telah melakukan perampasan, penawanan, dan pembunuhan.

Bukan main penyesalan Abdullah bin Jahasy dan teman-temannya. Kekeliruan yang mereka lakukan telah menyulitkan posisi Rasulullah dan mencoreng kemuliaan.

Di tengah-tengah suasana duka yang mendalam itu, tibalah berita gembira yang tak terduga-duga. Allah ternyata meridloi perbuatan mereka dan menurunkan firman-Nya tentang hal itu.

Meluap-luap kegembiraan mereka. Orang-orang mulia berdatangan, memeluk mereka erat-erat, dan mengucapkan selamat dengan membaca ayat suci yang khusus di turunkan untuk mereka.

Telah turun kalamullah Yang Maha Tinggi kepada Rasulullah sebagai berikut:

“Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Alah, (menghalangi masuk) Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh….” (Al-Baqarah: 217).”

Sesudah ayat-ayat mulia ini turun, legalah hati Rasulullah. Beliau mau menerima onta-onta hasil rampasan tadi dan mempersilahkan keluarga kedua tawanan itu membayar uang tebusan. Rasulullah juga ridha dengan tindakan Abdullah bin Jahasy dan satuannya. Perang kecil yang mereka lancarkan telah menggoreskan catatan penting pada kehidupan kaum muslimin. Dengan peristiwa ini, untuk pertama kalinya Islam menewaskan seorang musyrik dan menawan orang lainnya. Untuk pertama kalinya Rasaulullah menerima panji-panji kemenangan dari musuh. Dan si pemimpin Abdullah bin Jahasy, adalah orang pertama yang disebut Amirul Mukminin (pemimpin orang-orang mukmin).

Perang Uhud bagi Abdullah bin Jahasy dan Sa'ad bin Abi Waqqash perang ini merupakan kisah yang tak mungkin terlupakan. Berikut ini Sa'ad bin Abi Waqqash menuturkan pangalamannya bersama Abdullah bin Jahasy:

Saat perang Uhud aku berjumpa dengan Abdullah bin Jahasy. Dia bertanya, “Tidakkah engkau mau berdoa?”
Aku menjawab, “Ya.”

Kami berdua menyingkir ke tempat yang sunyi. Aku berdoa pada kesempatan yang pertama: “Ya Allah Tuhanku, bila aku bertemu musuh, maka pertemukanlah dengan musuh yang kuat tubuhnya, perkasa, lagi mudah naik darah. Aku akan bertarung melawannya, dan karuniakanlah kemenangan bagiku sehingga aku mampu menewaskannya dan mengambil perbekalannya sebagai ghanimah…”

Abdullah bin Jahasy mengamini doaku, kemudiaan ganti berdoa: “Ya Allah hadapkanlah aku dengan musuh yang kekar tubuhnya, pemarah, dan ulet. Aku akan bertarung melawannya, kemudian dia menghantamku dan menyayat hidung dan telingaku. Bila aku berjumpa dengan-Mu pada hari berbangkit nanti dan Engkau bertanya, “Mengapa hidung dan telingamu putus?” Maka aku akan menjawab, “Karena Engkau dan karena Rasul-Mu.” niscaya Engkau akan berkata, “Engkau benar…”

Doa Abdullah bin Jahasy lebih baik daripada doaku. Aku melihat dia tewas di penghujung siang dalam keadaan hidung dan telinga tersayat. Sayatan hidung dan telinga itu digantungkan di pohon dengan tali…

Allah mengabulkan doa Abdullah bin Jahasy. Dia diberi rizki mati syahid sebagaimana dikaruniakannya kepada pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib, bapak para syuhada'.

Rasulullah mengebumikan dua orang syuhada' ini di dalam satu lahat. Air mata beliau yang suci menetes membasahi tanah merah yang semerbak dengan wewangian syahadah…

sumber : http://www.sohabat.org/doku.php?id=sohabat:abdullah-jahasy

Utsman bin Affan


Nama lengkapnya adalah ‘Utsman bin Affanbin Abi Ash bin Umayah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf al Umawy al Qurasy, pada masa Jahiliyah ia dipanggil dengan Abu ‘Amr dan pada masa Islam nama julukannya (kunyah) adalah Abu ‘Abdillah. Dan juga ia digelari dengan sebutan “Dzunnuraini”, dikarenakan beliau menikahi dua puteri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Ibunya bernama Arwa’ bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin ‘Abdi Syams yang kemudian menganut Islam yang baik dan teguh.

Keutamaannya

Imam Muslim telah meriwayatkan dari ‘Aisyah, seraya berkata,” Pada suatu hari Rasulullah sedang duduk dimana paha beliau terbuka, maka Abu Bakar meminta izin kepada beliau untuk menutupinya dan beliau mengizinkannya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka). Kemudian Umar minta izin untuk menutupinya dan beliau mengizinkannnya, lalu paha beliau tetap dalam keadaan semula (terbuka), ketika Utsman meminta izin kepada beliau, amaka beliau melepaskan pakaiannya (untuk menutupi paha terbuka). Ketika mereka telah pergi, maka aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, Abu Bakar dan Umar telah meminta izin kepadamu untuk menutupinya dan engkau mengizinkan keduanya, tetapi engkau tetap berada dalam keadaan semula (membiarkan pahamu terbuka), sedangkan ketika Utsman meminta izin kepadamu, maka engkau melepaskan pakainanmu (dipakai untuk menutupinya). Maka Rasulullah menjawab,” Wahai Aisyah, Bagaimana aku tidak merasa malu dari seseorang yang malaikat saja merasa malu kepadanya”.

Ibnu ‘Asakir dan yang lainnya menjelaskan dalam kitab “Fadhail ash Shahabah” bahwa Ali bin Abi Thalib ditanya tentang Utsman, maka beliau menjawab,” Utsman itu seorang yang memiliki kedudukan yang terhormat yang dipanggil dengan Dzunnuraini, dimana Rasulullah menikahkannya dengan kedua putrinya.

Perjalanan hidupnya

Perjalanan hidupnya yang tidak pernah terlupakan dalam sejarah umat islam adalah beliau membukukan Al-Qura’an dalam satu versi bacaan dan membuat beberapa salinannya yang dikirim kebeberapa negeri negeri Islam. Serta memerintahkan umat Islam agar berpatokan kepadanya dan memusnahkan mushaf yang dianggap bertentangan dengan salinan tersebut. Atas Izin allah Subhanahu wa ta’ala, melalui tindakan beliau ini umat Islam dapat memelihara ke autentikan Al-Qur’an samapai sekarang ini. Semoga Allah membalasnya dengan balasan yang terbaik.

Diriwayatkan dari oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnadnya dari yunus bahwa ketika al Hasan ditanya tentang orang yang beristirahat pada waktu tengah hari di masjid ?. maka ia menjawab,”Aku melihat Utsman bin Affan beristirahat di masjid, padahal beliau sebagai Khalifah, dan ketika ia berdiri nampak sekali bekas kerikil pada bagian rusuknya, sehingga kami berkata,” Ini amirul mukminin, Ini amirul mukminin..”

Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam kitabnya “Hulyah al Auliyah” dari Ibnu Sirin bahwa ketika Utsman terbunuh, maka isteri beliau berkata,” Mereka telah tega membunuhnya, padahal mereka telah menghidupkan seluruh malam dengan Al-Quran”.

Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, seraya ia berkata dengan firman Allah”. “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Qs Az-Zumar:9) yang dimaksud adalah Utsman bin Affan.

WafatnyaIa wafat pada tahun 35 H pada pertengahan tasyriq tanggal 12 Dzul Hijjah, dalam usia 80 tahun lebih, dibunuh oleh kaum pemberontak (Khawarij).

Diringkas dari Biografi Utsman bin affan dalam kitab Al ‘ilmu wa al Ulama Karya Abu Bakar al Jazairy. Penerbit Daar al Kutub as Salafiyyah. Cairo. ditulis tanggal 5 Rab’ul Awal di Madinah al Nabawiyah.

sumber : http://ahlulhadist.wordpress.com