Minggu, 05 Mei 2013

Perjalanan Malam (Bagian 2)


Malam itu, aku baru bisa memejamkan mata sekitar pukul 23.00. Entah kenapa mataku bisa terpejam di saat sedang takjubnya melihat keindahan bulan malam itu. Mungkin karena banyaknya aktivitas di siang hari dan udara malam yang begitu dingin yang cukup berkontribusi "menidurkan" segenap tubuh dan pikiranku. Di sepertiga akhir malam sekitar pukul 3 lewat 30 menit, di saat kami para peserta mabit sedang asyik dengan tidurnya. Lampu2 masjid mendadak di hidupkan, aku pun terbangun dan melihat ada beberapa orang yang mungkin memang di tugaskan oleh panitia membangunkan rekan-rekannya yang lain untuk segera bangun dan mengambil air wudhu, untuk melaksanakan Qiyyamul lail (Shalat tahajud).

Aku pun segera bangkit dan membereskan kain sarung dan jaket yang ku pakai sebagai perlengkapan tidur. Segera ku berjalan menuju tempat wudhu dan perlahan-lahan membuka kran airnya. Bisa ku rasakan dinginnya udara malam itu yang kebetulan di sertai dengan turunnya hujan yang lumayan deras. Air yang memancar dari kran pun terasa hangat membasahi jari2 dan tanganku. Aku pun segera mengambil siwak membersihkan anggota mulutku, dan menuntaskan wudhuku. Malam itu, aku baru bisa memejamkan mata sekitar pukul 23.00. Entah kenapa mataku bisa terpejam di saat sedang takjubnya melihat keindahan bulan malam itu. Mungkin karena banyaknya aktivitas di siang hari dan udara malam yang begitu dingin yang cukup berkontribusi "menidurkan" segenap tubuh dan pikiranku. Di sepertiga akhir malam sekitar pukul 03.30 WIB, di saat kami para peserta mabit sedang asyik dengan tidurnya. Lampu-lampu  masjid mendadak di hidupkan, aku pun terbangun dan melihat ada beberapa orang yang mungkin memang di tugaskan oleh panitia membangunkan rekan-rekannya yang lain untuk segera bangun dan mengambil air wudhu, untuk melaksanakan

Oh ya, ada 1 hal menarik saat aku berjalan dari tempat wudhu menuju kembali ke shaf masjid, di sudut-sudut masjid aku melihat para peserta mabit yang nota bene kader2 dakwah sedang khusyuk melaksanakan shalat sunnah tahajud, dan sebagian lagi membaca Qur'an. Ada yang berdiri shalat dengan mushaf di tangan kanannya, membaca surat-surat panjang seperti halnya yang Rasulullah shallallahu alaihi wa salam contohkan. Aku pun teringat kepada 1 hadis, yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Abdullah bin Mas'ud, bahwasanya ia bercerita tentang lamanya Nabi saw berdiri dalam shalat tahajudnya, sehingga cukup membuat "gusar" Ibnu Mas'ud yang menjadi makmumnya kala itu. Berbagai macam irama alunan suara2 indah yang keluar dari mulut-mulut suci pun terdengar sayup-sayup memenuhi segenap ruangan masjid. Namun tidak sampai mengganggu kekhusyukan peserta yang lain dalam beribadah.

Sungguh takjub aku melihat suasana malam itu, begitu khusyuknya para peserta dalam melaksanakan ibadahnya demi mengharap rahmat dan ampunan dari Tuhannya. Hal ini sebenarnya tidaklah mengherankan bagi sebagian orang yang sudah terbiasa dan paham betul akan besarnya keutamaan melaksanakan shalat tahajud. Tapi untuk orang seukuran saya dan mungkin pembaca yang masih awam, ada baiknya kita melihat sejenak anjuran Allah swt kepada manusia untuk melaksanakan shalat malam. Seperti yang di firman kan Allah swt dalam QS Al Isra' ayat 79; "Dan pada sebahagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. Dan juga yang terucap dari lisan Rasulullah saw  bahwasanya beliau bersabda : "Keutamaan shalat malam atas shalat siang, seperti keutamaan bersedekah secara sembunyi atas bersedekah secara terang-terangan."

Kembali ke cerita awal, aku pun bersegera menuju shaf depan, mencari ruang kosong untuk ikut bermunajat di malam itu. Mataku melirik sebentar ke arah jam besar yang terpajang indah di mihrab imam di pojok masjid. Waktu menunjukkan pukul 4.10 WIB, masih ada waktu sekitar 45 menit sebelum adzan subuh berkumandang. Ku mulai tahajud dengan 2 raka'at ringan, yang kemudian dilanjutkan dengan raka'at-raka'at  panjang. Menyempatkan diri untuk berdoa, mengharap dosa di ampuni oleh Yang Maha Pencipta. Sepertiga malam memang termasuk kepada waktu2 mustajab untuk berdoa, karena pada waktu itulah menurut hadis qudsi bahwa Allah azza wa jalla "turun" ke langit dunia dan berfirman yang intinya siapa yang berdoa akan Ia kabulkan, begitu juga bagi hamba yang meminta dan memohon ampunan.

Seiring dengan doa2 dan tilawah qur'an di lantunkan, beduk subuh pun mulai di tabuh oleh salah seorang pengurus masjid. Azan subuh mulai berkumandang, bersahut-sahutan antara satu masjid dengan masjid yang lain, memecah keheningan dan membangunkan sebagian insan yang sedang larut dalam bayang2 di alam mimpinya. Satu demi satu insan terpanggil yang ada di sekitar masjid mulai berdatangan, menyambut seruan suci ilahi. Memenuhi kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang muslim, terutama mereka yang bertetangga dengan masjid.

Kami para peserta mabit pun larut dalam kekhusyukan ketika imam mengumandangkan takbir dan melantunkan ayat-ayat suci Al Qur'anul Karim.. Ba'da subuh acara pun di lanjutkan, ke markas dakwah tempat aku dan teman2 berkumpul malam itu.di bagian ke 3 dari kisah ini, aku akan menceritakan hal-hal yang cukup menakjubkan yang lebih menitikberatkan pada pengenalan sosok2 insan, yang aku dan temanku az temui. (bersambung)

Kisah Penjual Gorengan yang Istiqomah

Siang itu, matahari baru saja tergelincir dari posisi puncaknya (zawal/di atas kepala). Dari kejauhan terlihat seorang bapak sedang mempercepat langkah mendorong gerobak dagangannnya, ia berjalan menuju masjid yang berada tak jauh dari tempat mangkalnya. Di lihat dari raut wajahnya, mungkin ia berusia sekitar 45 tahun ke atas. Baju kaos hitam berkerah yang ia kenakan tampak lusuh dan sudah berubah warnanya. Kulitnya yang hitam mungkin karena terbakar sinar matahari ketika ia sedang asyik mendorong gerobak dagangannya kesana kemari berharap orang datang mampir membeli.

 Dagangan yang mungkin tidak berisi begitu banyak aneka makanan, hanya ada pisang molen dan tempe goreng di dalamnya. Namun dari dua komoditas itulah beliau bisa mendapatkan nafkah untuk keluarganya di rumah. Beberapa menit berselang ia sudah tiba dan memarkirkan gerobaknya di depan masjid. Terlihat ia mengeluarkan setumpuk uang ribuan dari laci kecilnya, sambil sesekali menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya. Uang yang mungkin tidak terlalu banyak jika dilihat dari jumlahnya. Namun bagi sang bapak uang tersebut amatlah berharga, ia dapatkan dari hasil jerih payahnya menjajakan gorengan kesana-kemari, dan mengingat uang tersebut adalah hasil kerjanya setengah hari dan masih ada kemungkinan untuk bertambah ketika ia melanjutkan dagangannya dari siang hingga sore hari.

Dengan logika sederhana, tak pernahkah terpikir oleh kita (termasuk penulis), betapa besarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita ??? Tak perlu kita jauh-jauh bersusah payah mencari uang, terutama untuk mereka yang bekerja di bank, karyawan kantor, dan lain-lain. Cukuplah mereka mengerjakan rutinitas harian dan uang pun akan masuk ke rekening mereka setiap bulannya. Kalaupun mereka sakit atau tidak masuk kerja, mereka akan tetap mendapatkan gaji walaupun tidak 100%. Bayangkan dengan mereka penjaja gorengan keliling, sehari saja mereka tidak bekerja maka uang mustahil mereka dapatkan. Dalam dunia mereka tidak ada istilah "gaji buta", yaitu gaji yang di dapat secara cuma-cuma meskipun individu tersebut tidak bekerja dengan maksimal. 

Kembali ke cerita awal, selesai menghitung si bapak segera  memasukkan uang ke dalam dompetnya. Ia bergegas menuju tempat wudhu di halaman masjid. Dengan sedikit membungkuk, pelan-pelan ia memutar kran air dan membasuh satu per satu anggota badannnya. Segar air terasa di siang hari yang terik itu. Selesai berwudhu dengan langkah tegap setengah lelah beliau masuk ke dalam masjid untuk melakukan ibadah sunnah shalat tahiyatul masjid, dan duduk menunggu adzan zuhur di kumandangkan.

Ia mengistirahatkan tubuhnya sejenak, mengisi selang waktu dengan berdzikir kepada Rabb semesta alam. Gerobak yang merupakan mesin pencari nafkah ia letakkan di luar masjid. Tak ada rasa takut barang dagangannya akan di ganggu/diambil pemuda-pemuda iseng yang mungkin lewat, ketika ia sedang khusyuk melaksanakan ibadah2 sunnah & menanti adzan di dalam masjid. Tak risau juga akan kehilangan pembeli, selama masa 20 menit ia berada di dalam masjid. Berserah diri, & bertawakkal sepenuhnya kepada Allah yang maha menjaga & pemberi rezeki. Ia hanya yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah telah menjamin rezeki setiap hamba-Nya. Pemandangan yang mungkin jarang kita temui saat ini, dimana banyak orang mendewakan uang dan berusaha mendapatkannya dengan cara apapun, tanpa memandang halal-haram jalannya. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.