Pergaulan dalam istilah bahasa Indonesia berarti
kehidupan bersama, yakni kehidupan antar sesama manusia. Salah satu
bentuk pergaulan antar sesama manusia adalah pergaulan antara laki-laki
dan perempuan. Terkadang bentuk pergaulan tersebut bisa berupa
persahabatan yang terjalin antara mereka dengan saling mengutarakan isi
hati (tempat curhat).
Sebuah persahabatan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan bisa
dilatarbelakangi oleh kesamaan ide, gagasan, gaya hidup, minat,
kebutuhan-kebutuhan, cara berpikir dan harapan-harapan. Dari situ
muncullah simpati dan selanjutnya akan ada keterbukaan, jika sudah
saling terbuka, maka dilanjutkan dengan sikap curhat. Dalam nuansa
religiusnya biasanya dipakai kata ‘ukhuwah’. Namun ukhuwah ini didasari
dengan keimanan, keikhlasan dan muroqobatullah.
Kedudukan sahabat begitu khusus dalam hati seseorang,
sehingga persahabatan yang terjadi antara lawan jenis non mahrom perlu
dipertanyakan, apakah mereka memang murni sebagai seorang sahabat ?
Sebab tidak tertutup kemungkinan di hati mereka atau salah seorang dari
mereka ada perasaaan memiliki dan penuh harap. Curhat yang terjalin
diantara merekapun sebenarnya bukanlah untuk mencarikan sebuah solusi
namun tidak jarang hanya untuk pengaduan dan minta perhatian.
Secara fitrah, antara laki-laki dan perempuan memiliki
saling ketertarikan seperti positif dan negatif, sehingga tidak ada
hubungan persahabata yang bebar-benar tulus diantara mereka. Hal ini
perlu menjadi perhatian baik bagi ikhwan maupun akhwat, sebab fenomena
ini yang berkembang akhir-akhir ini telah terjadi ‘kelonggaran’ dalam
pergaulan, apakah memang zamannya saudah berubah atau karena ruang
lingkup dakwah sudah meluas, pergaulan sudah heterogen, bahkan dengan
masyarakat secara umum. Sehingga perlu evaluasi kembali terhadap lawan
njenis, kendati apa yang dilakuakn semata-mata demi berkembangnya
dakwah.
Islam sebagai Dinullah telah mengatur kehidupan antar sesama manusia dengan rincinya. Islam sangat menjaga agar hubungan
kerja sama antara laki-laki dan perempuan (ikhwan dan akhwat) hendaknya
bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat bukan hubungan yang bersifat
khusus seperti saling mengunjungi antara mereka yang bukan mahrom atau
jalan-jalan bersama. Kerjasama antara keduanya bertujuan agar mereka
melaksanakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya.
Interaksi diantara mereka mestinya tidak mengarah pada
hubungan yang bersifat nafsu syahwat, artinya interaksi mereka tetap
dalam koridor kerjasama semata (amal jama’i) dalam menggapai berbagai
kemaslahatan dakwah dan dalam melakukan berbagai macam aktivitas yang
bermanfaat, tanpa diwarnai oleh ‘kepentingan individu lainnya’.
Pergaulan ikhwan dan akhwat hendaknya menjadikan aspek ruhani sebagai landasan hukum dan syariat sebagai tolok ukur yang didalamnya terdapat hukum yang mampu menciptakan nilai-nilai akhlak yang luhur.
Dalam menjaga hubungan dengan lawan jenis, rambu yang telah
ditentukan Islam hendaknya dijadikan pedoman sekalipun hubungan tersebut
dalam kerangka dakwah. Larangan dalam persoalan ini demikian tegas.
Atas dasar itu, Islam menetapkan sifat menjaga kehormatan sebagai suatu
kewajiban. Diantara ketentuan hukum yang berkenaan dengan hubungan
terhadap lawan jenis antara lain adalah :
Pertama, Perintah untuk menjaga pandangan. Allah Swt berfirman : Katakanlah
kepada laki-laki yang mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya. Sikap demikian adalah lebih suci bagi mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Tahu atas apa yang mereka perbuat. Katakanlah
kepada wanita mukmin, hendaklah mereka menahan pandangannya dan
memelihara kemaluannya. (QS An-Nur : 30-31).
Apapun agen da dakwah yang hendak kita lukan, pandangan terhadap
lawan jenis tetap harus dijaga, bukan berarti kita tidak melihat lawan
jenis sama sekali, namun menjaga mata agar tidak saling menatap, sebab
tatapan mata yang berlama-lama dapat mempengaruhi perasaan sehingga
syaitan sangat leluasa menggoda. Rukhshoh hanya diberikan
kepada mereka yang terlibat dalam proses belajar mengajar, transaksi
jual beli, memberikan kesaksian, berobat dan saat khitbah.
Kedua, Islam telah memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna. Yakni
pakaian yang menutup seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan.
(QS Al-Ahzab : 59). Adapun bentuk dan model pakaian tidaklah termasuk
urusan ibadah murni tatpi termasuk aspek muamalah yang illat dan
ketentuan hukumnya berporos pada maksud dan tujuan syariat (sebagaimana
yang diungkapkan Prof. Abdul Halim dalam Tahrirul Mar’ahnya).
Oleh sebab itu, bagaimanapun bentuk dan model pakaian asalakan dapat
menutup aurat dengan memenuhi kriteria dan persyaratan yang ditetapkan
syariat, sesuai dengan kondisi iklim dan pada sisi lain memudahkan
wanita bergerak, maka dapat diterima oleh syar’i. Kriteria dan
persyaratan itu antara lain menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan
kedua telapan dan punggung tangan, longgar, tidak ketat dan tidak
transparan, serta serasi dan tidak mencolok.
Ketiga, Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali wanita itu disertai mahramnya. Rasulullah Saw bersabda : Tidak dibolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya.
Keempat, Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus hendaknya jamaah (komunitas) kaum wanita terpisah dari jamaah kaum pria; begitu
juga didalam masjid, sekolah, dan lain sebagainya. Paling tidak jangan
sampai terjadi pembauran (ikhtilat), sekalipun dalam urusan dakwah.
Pengaturan dan penjagaan shaf ikhwan dan akhwat baik dalam berdemo atau
kegiatan lainnya perlu di tata kembali. Ikhtilat ini sangat banyak
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat seperti di dalam kendaraan umum,
di pasar, dllnya. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan hal seperti ini
dikategorikan sebagai bentuk dhorurat, selama kita memang belum mampu
mengubahnya, namun apabila kita bisa mengaturnya, maka hukum dhorurat
tidak berlaku lagi.
Demikian antara lain sebagian kecil dari sekian banyak rambu-rambu
yang telah diatur Islam dalam pergaulan. Dakwah sudah menyebar,
pergaulan sudah semakin luas, nemun kita sebagai kader dakwah hendaknya
tetap menjaga asholah dakwah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam.
(Oleh : Ustdz. Dra. Herlini Amran, MA., Tarbiyah Akhwat. Majalah Al-Izzah Edisi 12 Th.1/Juli 2004)