Nama lengkapnya adalah Nafisah binti Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib. la lahir di Mekah pada tahun 145 Hijriyah dan merupakan anak dari seorang wali kota di Madinah. Namun pada masa pemerintahan Ja’far Al-Mansur, ayahnya harus digeser dari kedudukannya sebagai wali kota. Hartanya dirampas dan ia pun harus meringkuk di penjara. Namun, pada masa pemerintahan Al-Mahdi, jabatan dan seluruh harta bendanya yang pernah dirampas oleh Ja’far Al-Mansur, dikembalikan kembali.
la pernah pergi ke Baghdad untuk menjenguk ayahnya di saat masih dalam penjara. la telah menghafal Al-Qur’an semenjak kecil, dan sekaligus juga ikut mempelajari ilmu tafsir. la juga merupakan salah satu dari perawi Hadits. Maka tidaklah mengherankan lagi jika imam Syafi’i sendiri juga pernah meriwayatkan Hadits dari Nafisah. Dan tak hanya itu saja, imam Ahmad bin Hambal pun pernah pula meminta doa kepada Nafisah. la menikah dengan anak pamannya yang bernama Al-Mu’tamin Ishaq bin Ja’far, dan dikaruniai dua orang anak yang diberi nama dengan Qasim dan Ummu Kultsum. la di saat melakukan ibadah haji, pernah memegang kain penutup Ka’bah seraya berkata “ya Tuhanku, ya Tuanku, ya Majikanku, senangkanlah aku dengan keridhaan-Mu kepadaku.” la pada masanya, dikenal sebagai wanita yang mempunyai doa sangat mujarab.
Bibinya pernah memintanya untuk mau memperhatikan dan menyayangi dirinya sendiri. Namun, Rabi’ah malah menjawab, “ya bibiku, barang siapa yang senantiasa berada dijalan Tuhan secara terus menerus, maka alam semesta ini akan berada di tangan dan kehendaknya pula.”
la tak pernah memakan makanan selain dari harta suaminya sendiri, lantaran rasa malu dan kehatian-hatiannya memakan makanan yang tak jelas halal dan haramnya. la pernah berkunjung ke Mesir dan disambut dengan riang gembira oleh masyarakat setempat. Sehingga di saat Imam Syafi’i meninggal dunia, ia sangat berduka sekali, dan meminta agar jenazah imam Syafi’i disinggahkan di dalam rumahnya agar ia bisa menshalati Imam Syafi’i dan sekaligus mendoakannya.
Penduduk Mesir pernah mengadukan kezhaliman bani Thalun kepada Nafisah. la lantas menyikapi pengaduan itu dengan cara menempelkan sepucuk surat di seberang jalan. la mengatakan dalam suratnya itu “Engkau semua yang telah menjadikannya raja, namun engkau semua pula telah diperbudaknya. Engkau semua yang telah memberikannya kekuatan, namun engkau semua pula yang malah ditindasnya. Engkau semua yang telah memberikannya sebuah pemerintahan, namun engkau semua yang akhirnya menyesal atas pemberian itu. Dulunya kalian semua dalam keadaan makmur, namun karenanya lah kemakmuran itu pergi. Maka ketahuilah kalian semua, berdoa di malam hari demi sebuah kemaslahatan pasti terkabulkan. Dan ketahuilah (wahai pemerintah) bahwa kejahatan-kejahatan kalian selama ini, kami sikapi dengan penuh kesabaran. Berlakulah jahat terus, sehingga kita akan terus menjadi orang-orang yang teraniaya. Dan bertindaklah zhalim terus, dan kita di sini akan menjadi orang-orang yang terzhalimi. Dan ketahuilah, bahwasanya orang-orang yang senantiasa berlaku zhalim suatu saat pasti akan jatuh.” Membaca tulisan Nafisah itu, bani Thalun merasa gemetaran dan takut, sehingga ia bersedia menjalankan sebuah pemerintahan yang adil dan bijaksana.
Pada akhirnya, ia merasa bahwa berada di tengah-tengah masyarakat akan mengganggu konsentrasinya dalam melakukan ibadah. la mulai memantapkan hati untuk meninggalkan Mesir dan kembali menuju Madinah. Namun, masyarakat setempat tidak ingin berpisah dengannya. Maka wali kota berusaha mencarikan jalan tengah antara keinginan masyarakat setempat dengan keinginan suci Nafisah. Oleh karena itu, wali kota mendirikan sebuah rumah untuk Nafisah yang berada jauh dari keramaian manusia, dan menjadwal hari berkunjung masyarakat kepada Nafisah, yaitu pada tiap hari sabtu dan rabu saja.
Ia menggali kuburan di dalam rumahnya sendiri di saat ia mulai merasa sakit. la senantiasa melakukan shalat dan mampu mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak 190 kali di dalam kuburannya itu. la pernah diundang dalam sebuah jamuan, dan ditawari sebuah makanan kepadanya. Namun ia dalam keadaan puasa. la berkata kepada orang-orang tersebut, “sangat mengherankan sekali, selama 30 tahun lamanya aku meminta kepada Allah agar bisa menemui-Nya sedang aku dalam keadaan berpuasa. Apakah aku harus berbuka sekarang? Ini semua tidak akan pernah ada selamanya.”
la meninggal dunia di saat membaca surat al An’am. Tepatnya pada ayat: “Bagi mereka (disediakan) Darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal shalih yang selalu mereka kerjakan”, (al An’am: 127). Setelah membaca ayat itu, ia lantas tertidur dan kemudian meninggal dunia. Ini terjadi pada tahun 207 Hijriyah. la dimakamkan di Mesir, tepatnya di kota Kairo.
sumber : http://www.dakwatuna.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar..