Minggu, 05 Mei 2013

Kisah Penjual Gorengan yang Istiqomah

Siang itu, matahari baru saja tergelincir dari posisi puncaknya (zawal/di atas kepala). Dari kejauhan terlihat seorang bapak sedang mempercepat langkah mendorong gerobak dagangannnya, ia berjalan menuju masjid yang berada tak jauh dari tempat mangkalnya. Di lihat dari raut wajahnya, mungkin ia berusia sekitar 45 tahun ke atas. Baju kaos hitam berkerah yang ia kenakan tampak lusuh dan sudah berubah warnanya. Kulitnya yang hitam mungkin karena terbakar sinar matahari ketika ia sedang asyik mendorong gerobak dagangannya kesana kemari berharap orang datang mampir membeli.

 Dagangan yang mungkin tidak berisi begitu banyak aneka makanan, hanya ada pisang molen dan tempe goreng di dalamnya. Namun dari dua komoditas itulah beliau bisa mendapatkan nafkah untuk keluarganya di rumah. Beberapa menit berselang ia sudah tiba dan memarkirkan gerobaknya di depan masjid. Terlihat ia mengeluarkan setumpuk uang ribuan dari laci kecilnya, sambil sesekali menyeka keringat yang bercucuran di wajahnya. Uang yang mungkin tidak terlalu banyak jika dilihat dari jumlahnya. Namun bagi sang bapak uang tersebut amatlah berharga, ia dapatkan dari hasil jerih payahnya menjajakan gorengan kesana-kemari, dan mengingat uang tersebut adalah hasil kerjanya setengah hari dan masih ada kemungkinan untuk bertambah ketika ia melanjutkan dagangannya dari siang hingga sore hari.

Dengan logika sederhana, tak pernahkah terpikir oleh kita (termasuk penulis), betapa besarnya nikmat yang Allah berikan kepada kita ??? Tak perlu kita jauh-jauh bersusah payah mencari uang, terutama untuk mereka yang bekerja di bank, karyawan kantor, dan lain-lain. Cukuplah mereka mengerjakan rutinitas harian dan uang pun akan masuk ke rekening mereka setiap bulannya. Kalaupun mereka sakit atau tidak masuk kerja, mereka akan tetap mendapatkan gaji walaupun tidak 100%. Bayangkan dengan mereka penjaja gorengan keliling, sehari saja mereka tidak bekerja maka uang mustahil mereka dapatkan. Dalam dunia mereka tidak ada istilah "gaji buta", yaitu gaji yang di dapat secara cuma-cuma meskipun individu tersebut tidak bekerja dengan maksimal. 

Kembali ke cerita awal, selesai menghitung si bapak segera  memasukkan uang ke dalam dompetnya. Ia bergegas menuju tempat wudhu di halaman masjid. Dengan sedikit membungkuk, pelan-pelan ia memutar kran air dan membasuh satu per satu anggota badannnya. Segar air terasa di siang hari yang terik itu. Selesai berwudhu dengan langkah tegap setengah lelah beliau masuk ke dalam masjid untuk melakukan ibadah sunnah shalat tahiyatul masjid, dan duduk menunggu adzan zuhur di kumandangkan.

Ia mengistirahatkan tubuhnya sejenak, mengisi selang waktu dengan berdzikir kepada Rabb semesta alam. Gerobak yang merupakan mesin pencari nafkah ia letakkan di luar masjid. Tak ada rasa takut barang dagangannya akan di ganggu/diambil pemuda-pemuda iseng yang mungkin lewat, ketika ia sedang khusyuk melaksanakan ibadah2 sunnah & menanti adzan di dalam masjid. Tak risau juga akan kehilangan pembeli, selama masa 20 menit ia berada di dalam masjid. Berserah diri, & bertawakkal sepenuhnya kepada Allah yang maha menjaga & pemberi rezeki. Ia hanya yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah telah menjamin rezeki setiap hamba-Nya. Pemandangan yang mungkin jarang kita temui saat ini, dimana banyak orang mendewakan uang dan berusaha mendapatkannya dengan cara apapun, tanpa memandang halal-haram jalannya. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.

3 komentar:

  1. Mbak Yezi, mohon izin untuk membagikannya ke pembaca media saya, tnol.co.id. Mudah-mudahan bermanfaat buat saudara Muslim kita yang lain.

    Terima kasih.

    BalasHapus
  2. silahkan pak Thamrin..
    oh iya, saya laki-laki pak, bukan perempuan.. :-)


    Terima kasih atas kunjungannya. smga bermanfaat.

    BalasHapus
  3. assalamualaikum mbak, salam kenal, semoga bisa bermanfaat ya, saya minta buat dishare ya rahminabila90.simplesite.com syukron :)

    BalasHapus

Silahkan Tinggalkan Komentar..