Minggu, 19 Juli 2009

Jatuh Cinta ala Ikhwah bag.1

“Jatuh cinta ala Ikhwah? Gak salah tuh? Kok ihwah bisa jatuh cinta? Maksudnya gimana nih?”

Mungkin itulah beberapa pertanyaan dan juga masih banyak pertanyaan lainnya yang bakal muncul di kepala teman-teman semua ketika membaca judul di atas. Bukan ingin cari sensasi atau bahkan menghakimi, tapi tulisan ini lahir semata-mata karena keprihatinan saya terhadap fenomena jatuh cinta antar ikhwan dan akhwat yang cenderung sudah keluar dari koridor syari’at.

Ya…, inilah fenomena yang akhir-akhir ini semakin vulgar muncul ke permukaan. Sungguh sesuatu yang sebenarnya wajar, namun ternyata lebih sering disalahimplementasikan sehingga mengakibatkan degradasi akhlaq, bahkan degradasi iman…!!! Na’udzubillaah.

Antara Cinta dan Ilmu

Kalo kita ngomongin tentang cinta, maka segala kerumitan yang seolah-olah muncul di hadapan kita. Cinta dengan kesederhanaannya, ternyata mampu membawa implikasi serius bagi si pelakunya. Tentu untuk yang mampu membawa cinta tersebut dalam nuansa yang sakral dan halal, cinta akan menjadi sarana yang positif dalam rangka mendekatkan diri kepada sang Pemilik Cinta itu sendiri. Tapi, ketika cinta itu dirusak dan dihiasi oleh nafsu dan maksiat, maka bukan hanya dosa yang akan menjadi tanggung jawabnya, berbagai bahaya lain, baik berkaitan dengan agama, sosial, maupun psikologi si pelaku sendiri.

Lalu bagaimana jika ternyata yang jatuh cinta itu adalah para ikhwan dan akhwat, yang notabenenya merupakan kalangan yang dalam pandangan orang awam adalah orang-orang yang lebih paham tentang agama. Bahkan mereka kerapkali dijadikan standar kebaikan dan panutan dalam akhlak dan pemahaman agama.

Kalo kita bicara idealnya, tentu bagi para ikhwan dan akhwat yang sedang jatuh cinta tersebut menjalin perasaan yang indah itu dalam ikatan bingkai pernikahan. Karena hanya itulah jalan terbaik untuk melabuhkan cinta. Dan saya rasa pun cukup banyak buku maupun tulisan yang menyajikan tata cara ideal menuju pelaminan. Namun, ternyata kenyataan tak seindah harapan. Akhirnya pun ‘pacaran’ pun jadi alternatif.

“Ikhwah pacaran? Kayaknya nggak mungkin banget deh…!!! Masa ada sih yang kayak gitu?”

Ya, inilah kenyataan yang banyak terjadi di sekitar kita. Bukan sekadar prasangka apalagi gosip belaka. Sungguh ironis dan menyakitkan hati memang. Ketika ikhwan dan akhwat yang lebih paham agama dan sudah tahu hukumnya, justru terjatuh dalam penyakit yang mematikan ini.

Bukan cintanya yang salah, namun aplikasi dalam menunjukkan cinta itu yang terlarang. Dan yang menjadikan lebih sakit hati, ketika mereka melakukan itu sementara tahu ilmunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan didatangkan seorang laki-laki pada hari kiamat, lalu dia dimasukkan ke dalam neraka. Maka berhamburanlah usus perutnya di neraka. Kemudian dia pun berputar sebagaimana keledai berputar pada batu gilingan. Maka penduduk neraka berkumpul di depannya seraya berkata, “Wahai fulan, kenapa engkau begini? Bukankah engkau dahulu yang memerintahkan kami dengan sesuatu yang ma’ruf dan melarang kami dari sesuatu yang mungkar?” Laki-laki itu menjawab, “Betul. Aku dahulu memang memerintahkan kalian dengan sesuatu yang ma’ruf, namun aku tidak melakukannya. Dan aku telah melarang kalian dari kemungkaran, namun aku sendiri melakukannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Penyebab Cinta Itu Bersemi

Sebelum melanjutkan pembahasan, mungkin akan lebih menarik kalo kita berusaha mencari sumber-sumber yang membuat para ikhwan or akhwat itu pada jatuh cinta. Memang, bahwa cinta itu muncul secara tiba-tiba, namun pun demikian kemunculan cinta itu sendiri pada umumnya dipicu oleh sesuatu hal. Bahasa Fisikanya hukum sebab-akibat.

Tapi karena kali ini kita membahas tentang ikhwan dan akhwat, maka tentu dalam mengkaji asal usul tumbuhnya cinta harus sedikit memahami bagaimana pola pikir dan pemahaman para aktivis tersebut yang tentu saja berbeda dengan kebanyakan orang awam.

Nah, hal-hal apa saja yang mampu menyulut cinta di hati para aktivis itu? Berikut diantaranya :

- Agama dan Keshalihan

Saya rasa ini adalah tolak ukur pertama yang dijadikan pegangan bagi para aktivis itu. Bagaimana tidak… alangkah menyenangkan bisa melihat ikhwan yang rajin shalat, suaranya merdu kalo lagi mengaji, nggak pernah ninggalin puasa sunnah, pinter bahasa arab, hafalannya banyak.. de-el-el… Begitu pula pula, betapa senengnya lihat akhwat yang pake jilbab rapi dan lebar, selalu menundukkan pandangan, dan lain sebagainya. Kekaguman pada ‘kesan alim’ itu yang disadari atau tidak menjadi awal mula munculnya benih cinta.

- Pribadi yang Menakjubkan

Inipun juga standard yang biasanya dijadikan parameter bagi pada aktivis tersebut… Biasanya mereka akan lebih mudah kagum sama orang-orang yang punya tipe aktivis sejati. Aktif di rohis or LDK, aktif di BEM, punya IP yang bagus, berwawasan luas, memiliki jiwa kepemimpinan, tegas, de-el-es-be… Wah, siapa sih yang nggak seneng… Dan biasanya, mereka yang bertipe aktivis sejati ini memiliki ‘nilai jual’ yang sangat tinggi. Nggak perlu susah-susah nyari calon, karena mereka biasanya bakal jadi dambaan di hati para pengagumnya.

- Perhatiannya itu lho…

Siapa sih yang nggak ingin diperhatiin…? Ini juga salah satu daya tarik yang perlu digarisbawahi. Biasanya mereka yang bertitle aktivis tuh punya perhatian dan keprihatinan yang tinggi. Mulai dari lingkungan terdekatnya sampai orang yang nggak dikenal pun mereka perhatian banget… mulai dari sekadar sms, telpon, or say hello, dan akhirnya yang dilimpahi perhatian tuh bakal klepek-klepek tak berkutik.

- Wajah yang menawan plus senyum yang manis

Senyum memang adalah ibadah. Yang dengannya akan terajut ukhwah di antara manusia. Nah, bagaimana jika yang melempar senyuman itu ikhwan, dan yang mendapat senyuman itu akhwat… Begitu juga sebaliknya. Apalagi kalo yang kasih senyum juga punya wajah tampan or cantik… Udah hampir pasti bakal bergemuruh tuh hati.

Nah, kembali ke permasalahan. Apakah itu berarti keempat hal di atas adalah terlarang? Saya rasa untuk mengatakan terlarang secara mutlak adalah suatu hal yang terburu-buru. Mengingat bisa jadi bukan keempat di atas bukanlah suatu yang disengaja oleh pelakunya, melainkan sudah merupakan watak. Apalagi keempat hal di atas merupakan asal muasalnya merupakan sendi-sendi Islam yang hanif.

bersambung...

sumber : sobat-muda.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar..