Siapapun takkan ada yang menyangkal bahwasanya bagi setiap muslim memiliki kewajiban kepada penciptanya. Kewajiban tersebut berupa penyembahan atas Rabbnya sesuai dengan apa-apa yang Rabbnya tersebut syariatkan. Salah satu diantara keawajiban bagi seorang hamba ialah shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam :
Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata: ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya..........(HR.Muslim)
Shalat merupakan syariat Islam yang merupakan perintah dari Allah, melalui perantara malaikat Jibril tersebut maka shalat dimasukkan kedalam rukun Islam yang kedua, sebagaimana pernah diketahui dalam pelajaran agama disetiap jenjang pendidikan formal di negeri tercinta Indonesia ini. Bahkan sejak jenjang pendidikan tingkat awal dalam kehidupan manusia di negeri ini. Mereka para anak-anak TK telah diwajibkan oleh gurunya untuk menghafalkan rukun Islam. Telah banyak penjelasan dari masa seseorang kecil hingga mencapai usia tuanya tentang shalat.
Shalat bagi setiap mukmin adalah kondisi yang tenang dan sempurna kesemua rukunnya, setiap manusia memiliki tuntutan dalam beribadah dengan dua sendi. Sendi pertama ialah hendaklah ibadah tersebut dilaksanakan diatas dasar keikhlasan; yakni menafikan (meniadakan) perkara-perkara lain saat beribadah tersebut melainkan hanya karena Allah dan hanya berharap Allah yang membalas amalan ibadahnya tersebut. Sedangkan yang kedua ialah mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam dalam melaksanakannya dan tata caranya. Ibadah jika terlepas dari dua konsekuensi tersebut maka tidak diterima.
Jika dalam buang air saja Rasululah shalallahu ‘alayhi wa sallam telah mengajarkan tata caranya secara sempurna dan mudah, maka dengan hal besar termasuk shalat pun tentulah Rasulullah telah mengajarkannya dengan penuh kesempurnaan. Beliau shalallahu ‘alayhi wa sallam telah mengajarkan urutan tata tertibnya, rukunnya, syaratnya, dan hal-hal yang melengkapi dalam shalat itu sendiri. Bahkan beliau pun berpesan dalam perkatannya dari Malik bin Huwairits radhiyallohu anhu, “shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
Bagi setiap hamba Allah hendaknya melaksanakan shalatnya dengan sepenuh hati, sesuai sunnah Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam. Dipenuhi dengan ketenangan hati dan kekhusyuan sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya,” (QS. Al Mukminun : 1-2)
Terkadang seorang muslim hanya mendapatkan pahala shalatnya tidak sepenuhnya dalam keadaan sempurna pahalanya, hal ini disebabkan mungkin shalatnya tersebut tidak dilaksanakan dengan kekhusyu’an yang berkurang, sunnah-sunnah yang tidak dilaksanakan secara sempurna, dan berbagai macam hambatan lainnya. Sebagaimana Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam dari Ammar bin Yassir radhiyallohu anhu, “Sesungguhnya seseorang selesai melakukan shalat sedangkan pahala shalatnya itu tidak didapatkannya kecuali sepersepuluhnya, atau sepersembilannya, seperdelapannya, atau sepertujuhnya, atau seperenamnya, atau seperlimanya, atau seperempatnya, atau sepertiganya, atau setengahnya.” (Hadist Hasan, dalam Shahih Targhib wa Tarhib oleh Asy Syaikh Al Albani. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, Nasaa’i dan Ibnu Hibban.).
Written by Rizki Aji
www.sobat-muda.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar..